Pages

Wednesday, February 10, 2016

Perjanjian Pranikah

Ceritanya beberapa teman akan menikah dalam waktu dekat.

Biasalah ya namanya CPW/CPP ada aja cobaannya. Salah satunya dari orang-orang sotoy--macem gue juga sik--yang sok ngasih wejangan ini itu.

*SOTOY GELAAA!*

Photo courtesy; confused.com


Tapi pengalaman memang gak bohong. Walau gue bisa bilang setiap pernikahan itu beda, menurut gue ada beberapa hal yang harus kudu mesti disepakati sebelum jadi 'sah'. And I'd like to call it, Perjanjian Pranikah.

Finansial dan Keuangan.

Ya, ini kayaknya paling penting diobrolin dan disepakati sebelum menikah, because mostly marriage falls apart over money. 

Coba ngobrol hal yang simpel dulu aja, misalnya gimana prinsip keuangan rumah tangga nantinya? *woy dari mana simpelnya sisss???*

Dari beberapa pasangan yang gue kenal atau cerita yang gue dengar, kebanyakan prinsip keuangannya itu "Uang suami itu uang istri, sedangkan uang istri ya uang istri". Ada juga yang semua penghasilan berdua digabung dan disesuaikan ke pos masing-masing, jadi gak ada tuh namanya uang suami atau istri. Tapi ada juga yang paling ekstrim, "Uang lo yang uang lo, uang gue ya punya gue." Jadi biaya rumah tangga semacem ngekos bareng, patungan aja gitu.

Hm, gak ada yang bener atau salah sih, tergantung cocoknya aja gimana. Semua prinsip keuangan rumah tangga pasti ada plus minusnya, jadi bergantung dari kita dan pasangan aja bisa lebih nyaman yang mana.

Tapi jangan lupa pake logikanya ya. Inget ada yang namanya nafkah dan kewajiban, Pastikan gak ada pihak yang merasa dirugikan, karena pernikahan itu kan sesuatu yang dilakukan secara sukarela, nah biaya rumah tangganya pun harus dikeluarkan dengan lapang dada.

Sekali lagi, pakai logika, jangan manggut-manggut aja lantaran ngebet kawin tapi dalem hati manyun.


Family Matters.

Kalau mau bahas persoalan 'keluarga', benernya bisa jadi pembahasan yang panjang x lebar x tinggi. Bisa gak kelar-kelar tulisan ini, makanya gue bahas dua hal terpenting menurut gue.

Pertama, contoh kasus, lo punya kebiasaan bangun siang atau habit yang gak oke lainnya. Is it okay if your spouse bring it up to his/her family? Atau sebaliknya. Kedengarannya sih simpel tapi nyatanya enggak. Karena menurut gue, ketika menikah ya keluarga terdekat bukan lagi Bapak Ibu, kakak adik melainkan pasangan. Nah, even hal kecil yang lo anggap obrolan biasa di keluarga lo, "Iya nih, si suami kalau tidur ngorok guede banget Ma, aku jadi gak bisa tidur trus besoknya kepala pening deh." Atau, "Istriku tuh bangun siang muluk Mam, heran  deh." bisa jadi itu menyinggung perasaan pasangan.

Mungkin lo biasa curhat seenak jidat ke Mamah, kakak  atau adek lo, tapi yang musti diinget pandangan mereka gak akan pernah sama dengan lo. Sekarang mungkin pasangan akan jadi orang yang nyebelin tapi belum tentu besok karena setelah menikah lo gak cuma menemukan hal nyebelin tentang pasangan tapi juga banyak hal baik. Nah, kalo keluarga lo? Sekalinya lo bilang "suami gue pemales," it is gonna be a label, suaminya yang pemales. Tapi kalo lo emang nggak keberatan sih, ya it is up to you karena pada akhirnya toh lo akan memilih juga antara keluarga dan pasangan lo.

Soal jaga imej pasangan, mungkin hal simpel yang gak penting, tapi menurut gue krusial. Ini soal respect.  

Next. Pilih Orangtua atau pasangan?

Seandainya ada konflik, lo bakal milih siapa? Lo ada di pihak mana? When you always choose your family side, it'll hurt for your spouse. Sebaliknya, kalau lo bela pasangan no matter what, how's your family? Ribed, yes? Kalau gak mau rempong, jangan nikah Sis. Karena konflik macam gini pasti aja ada mulai dari hal-hal kecil sampai yang menguras perasaan dan pikiran.

Diinget juga yak, soal di mana letak surga.

Surga istri ada di suaminya dan surga anak lelaki (suami) di telapak kaki Ibunya.

Nah, pesan eik yang baru ngerasain secuil asam garam pernikahan; pintar-pintar lah bawa diri dan jaga perasaan pasangan. Do not too obvious if you pick a side.

Preggo and Babies

Segengges-genggesnya pertanyaan "Kapan kawin" adalah paling gengges pertanyaan "Kapan punya baby?". Betul apa betuuuuull??

Nah, ini biasanya sih yang paling sensi itu justru bukan kita atau pasangan tapi orang tua atau mertua. Ya ujung-ujungnya ke kita juga sih.

Ada teman yang akhirnya bercerai karena gak tahan tekanan dari orang tua yang pengen banget punya cucu. dan gak main-main lho, bahkan ada orang tua yang terang-terangan nyuruh anaknya cari istri lain lantaran si mantu gak hamil-hamil. Sedih ya neiiik.

Konflik macam gini harusnya bisa dikurang-kurangin sih kalau dari awal diobrolin. Gak usah sering-sering juga dengar apa kata orang, dan pintar-pintar jaga perasaan pasangan.

Dulu, sebelum nikah, gue dan Bowo duduk bareng dan ngomongin masalah ini. gimana pemikiran dia soal 'memiliki anak', Kalau gue gak kunjung hamil, apa yang mesti kita lakuin? Soal omongan orang dan tekanan keluarga, gimana kita hadapinya?

Oh dan satu lagi, kalau kita menempuh jalur medis, siap gak? Soalnya kan ya dulu itu kalau ada pasangan yang gak punya anak yang disalahin ya perempuannya, padahal kali aja ya lakinya yang punya masalah medis.

Andai kata memang tidak bisa punya anak, pertanyaan selanjutnya kan, "Mau adopsi, atau enggak?" Adopsi bukan cuma perkara ambil anak bikin akta dan surat-surat trus kelar tapi juga ada keluarga besar yang harus sepakat menganggap bahwa anak ini adalah anak lo dan pasangan.

Gak lucu nanti beranjak gede tahunya ada kerabat yang usil ngomong macam-macam ke anak--angkat--kita.

Dan kalau pun sudah berhasil hamil, coba obrolin kalian akan punya berapa anak dengan jarak berapa lama.

Ini penting karena akan berpengaruh ke berapa banyak uang yg harus dikumpul buat biaya lahiran, uang sekolah, susu, diapers dan tetek bengek lainnya termasuk akan KB atau enggak.

Duile, rempong ye sis.

Abeeeiiiz!! Jikalau gak pengen rempong bisa sih, tapi kayaknya kerikil-kerikil kecil bakal jadi batu agak gede dikit. Ya kalau kesandung, risiko lukanya lebih besar dan lebih sakit.

Jadi, intinya coba tahan euphoria 'akhirnya kawin' atau 'ih seneng dikawinin' karena dibalik rasa sumringah itu ada beberapa pe-er yang harus dibenahin bagi pasangan yang mau nikah. Mereka harus duduk bareng ngobrolin beberapa prinsip dasar dalam rumah tangga seperti beberapa hal yang gue omongin di atas. Adu argumen udah pasti sih, tapi yang jelas harus visi misi rumah tangga harus jelas. Dan nantinya nggak ada tuh cerita 'kayaknya gue nikah sama orang yang salah' atau 'kok waktu pacaran ama nikah dia beda ya?'.

Akhirnya kata, buat yang akan menikah dalam waktu dekat, sakseeees ya masbro dan mbaksis hingga hari H dan bahagia selalu hingga akhir hayat.

No comments:

Post a Comment