Gue kasih judul
yang sama dengan tulisan yang ada di blog mbak Ira soal … (njrit, gue ampe
nggak sanggup nulisnya). Ngehek bener yak dunia ini. Di tengah kemajuan
teknologi, berbagai inovasi baru dan perkembangan informasi, kita harus
dihadapkan masalah pelecehan seksual. Pertama kali baca tulisan mbak Ira ini,
gue langsung bilang ke Bowo, ”oke, it’s settled. Sonner or later aku akan
berhenti kerja.” Untung tanggapannya sungguh sangat positif, meski
concern-nya bukan karena kasusnya tapi lebih karena am the mother and am the
one who take in charge.
Jujur deh, gue
dirundung keparnoan yang sangat besar. Gue nggak nyangka anak SD udah tahu, ngerti
dan ada yang mempraktekan apa itu ngent*t, mastu***** atau ML. Dan yang bikin
gue tambah takut, gue punya Qila.
Dan ini baru
kasus pencabulan yang dilakukan anak di bawah umur, trus bagaimana dengan
fedofil? *langsung pingsan terkapar* Pertanyaan ini benernya bukan buat nakutin,
tapi mudah-mudahan aja bisa jadi alarm, gimana kita harus waspada terhadap lingkungan
dan pengawasan anak. Kita juga bertanggungjawab terhadap segala informasi yang
diterima anak dan lebih jauh lagi, kita itu sepenuhnya bertaggung jawab dunia
dan akhirat terhadap hidup si anak. Gue kutip dari blognya mbak Ira ya,
orang tua harus memiliki prinsip dalam
mengizinkan anak untuk menonton TV, mengakses internet dan memiliki gadget. Dari
survei yang dilakukan Yayasan Kita dan Buah Hati, dia menemukan bahwa 80 persen
gadget sampai ke tangan anak tanpa alasan logis. Semata-mata
hanya karena orang tua yang ingin membelikan anak-anaknya.
“Padahal untuk memberikan anak gadget
dan izin untuk menonton TV serta akses internet,
kita harus memiliki alasan, persyaratan, kesepakatan, pelaksanaan dan evaluasi.
Kita juga tidak bisa hanya melarang anak untuk nonton atau melihat pornografi. Kita
harus duduk bersama mereka dan mencontohkan apa yang harus mereka lakukan. Ingat
pepatah ‘Guru kencing berdiri, murid kencing berlari’? Perbuatan teladan itu
lebih berharga daripada jutaan kata-kata,” jelas Elly.
God, gue nggak
pernah tahu jadi orang tua itu segini menakutkan dan parnonya. Dan ungkapan
It takes a village to raise a child rasanya bener-bener harus diterapkan. Oia,
dua tulisan mbak Ira soal ... (gue
masih ogah nulisnya!!) bisa dilihat di sini;
xo. evie.
No comments:
Post a Comment